Diduga Maling Lahan Hutan Produksi BAHARI Persoalkan Camat Bayung Lencir dan Kades Wonorejo

MUSI BANYUASIN — Setelah oknum Anggota DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) berinisial AS ditetapkan sebagai tersangka perusakan oleh Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kini Perhimpunan Barisan Aktivis Hijau (BAHARI) kembali menyoroti adanya Dugaan Jual Beli Lahan di Kawasan Hutan Produksi.

 

Kali ini BAHARI, mendapati adanya Jual Beli dan Kepemilikan Lahan yang diduga Masuk dalam Wilayah Hutan Produksi berlokasi di Desa Wonorejo Kecamatan Bayung Lencir Musi Banyuasin Sumatera Selatan dengan luas mencapai ±14,401,75 m² dan atau seluas ±1,4 hektar.

 

“Kepemilikan lahan ini dilegalkan oleh Pemerintah Kecamatan Bayung Lencir melalui SPH Camat Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin sdr. Muhammad Imron, S.Sos., M.Si melalui Surat Pengakuan Hak dengan nomor 593.2/880/BL-IX/2021Tanggal 19 September 2021 dan Kades Wonorejo sdr. SUMITRO dengan nomor 593.2/65/WR-VIII/2021 tanggal 23 Agustus 2021 atas nama PARYONO selaku pemilik Lahan,” ungkap Direktur BAHARI, Jhon Kenedy pada awak media, Minggu (2/4/2023).

 

Menurutnya hal ini tidak sejalan dengan Pasal 36 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, bahwa Setiap orang yang diberi Perizinan Berusaha di kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

“Setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, membakar hutan; memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang, dengan dikeluarkannya Surat Pengakuan Hak (SPH) oleh Camat dan Kades secara tidak langsung Diduga Kuat Ikut dan terlibat Melakukan Dugaan Pengrusakan Kawasan Hutan yang patut dilakukan Penyidikan dan Penyelidikan secara mendalam, mengingat ancaman pidananya tidak main-main,” bebernya.

 

Dirinya menjelaskan meskipun jika kedepannya ada rencana pembatalan dan atau gagal SPH tersebut, secara aturan Pelaku tentunya tetap dapat dilakukan penuntutan karena jelas ada dugaan kelalaian bahkan pembiaran terhadap hal tersebut.

 

“Sama halnya dengan orang yang maling masa’ iya setelah dia ketauan maling dari 2021 sampe tahun 2023 ini ketahuan maling kita biarkan aja gitu, kan logikanya tetap Ditangkap dan Ditahan dong,” cetus Jhon Kenedy selaku Direktur BAHARI.

 

Lebih lanjut, Dirinya menjelaskan bahwa dalam mengeluarkan Surat Pengakuan Hak (SPH) proses Legal Formal yang dilakukan tentunya ada Tim Pengukuran yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk juga pengecekan Status dan Lokasi tanah menjadi landasan mengeluarkan Surat tersebut.

 

“Bagaimana mungkin seorang Pemerintah Kecamatan dan Perangkat Desa tidak memahami dan mengetahui struktur dan identitas tanah yang akan dilegalkan, apakah bermasalah dan/atau bersengketa,” urainya.

 

Terpisah, Kades Wonorejo Sumitro saat dikonfirmasi membenarkan bahwa Lahan yang dilakukan Pengukuran dan dikeluarkan SPH tersebut masuk dalam hutan produksi.

 

“Memang dari Kades-kades sebelumnya sudah sering dijual itu pak, saya baru tau kalo itu masuk Hutan Produksi Senin belakang tadi saya baru tau, nanti kita buat surat pembatalan sekarang masih dalam proses,” terangnya.

 

Sementara itu, Camat Bayung Lencir Muhammad Imron saat dimintai keterangan mengaku bahwa, berdasarkan point tujuh dalam SPH tersebut jika lahan itu bermasalah batal demi hukum.

 

“Kades sdh dipanggil dan kasi pemerintahan sdh melakukan pembatalan terkait sph tsb sesuai poin 7,” tutupnya singkat. (Rls)

-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *